Jumat, 11 Mei 2012

Lupus Eritematosus Sistemik

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Lupus eritematosus Sistemik adalah suatu penyakit autoimun yang kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala dari penyakit ini bisa bermacam-macam, bersifat sementara dan sulit untuk didiognisis.Karena itu angka yang pasti dan tentang jumlah orang yang terserang oleh penyakit ini sulit diperoleh .SLE menyerang wanita kira-kira delapan kali lebih sering daripada pria. Penyakit ini sering kali berawal pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa. Perjalanan penyakit ini dapat ringan atau berat, secara terus-menerus, dengan kekambuhan yang menimbulkan kerusakan jaringan akibat proses radang yang ditimbulkannya. Gejala utama Lupus Eritmatosus Sistemik (LES) adalah kelemahan umum, anoreksia, rasa mual, demam dan kehilangan berat badan. Sekitar 80% kelainan melibatkan jaringan persendian, kulit, dan darah 30-50% menyebabkan kelainan ginjal, jantung dan sistem saraf, serta 10-30% menyebabkan trombosis arteri dan vena yang berhubungan dengan antibodi antikardiolipin. Manifestasi klinis LES pada sistem saraf dapat berupa neuropsikiartik psikiosis, kejang, stroke, kelumpuhan saraf kranial, maupun mielopati. Angka kejadian mielopati transversa pada LES sekitar 1-2%, sedangkan insiden kejadian mielopati transversa pada populasi umum 1,34/satu juta. Prevalensi LES diantara etnik adalah wanita kulit hitam 1:250, wanita kulit putih 1:4300, dan wanita cina 1:1000. 2. Tujuan • Untuk mengetahui pengertian Lupus eritematosus Sistemik • Untuk mengetahui etiologi Lupus eritematosus Sistemik • Untuk mengetahui patofisiologi Lupus eritematosus Sistemik • Untuk mengetahui manifestasi klinis Lupus eritematosus Sistemik • Untuk mengetahui penatalaksanaan Lupus eritematosus Sistemik • Untuk mengetahui komplikasi Lupus eritematosus Sistemik • Untuk mengetahui Pemeriksaan diagnostik Lupus eritematosus Sistemik • Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Lupus eritematosus Sistemik 3. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 2. Tujuan 3. Sistematika Penulisan BAB II KONSEP TEORI 1. Definisi 2. Etiologi 3. Patofisiologi 4. Manifestasi Klinis 5. WOC 6. Penatalaksanaan 7. Komplikasi 8. Pemeriksaan Diagnostik BAB III KONSEP ASKEP 1. Pengkajian 2. Dasar Data Pengkajian Pasien 3. Analisa Data 4. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan 5. Rencana Asuhan Keperawatan (NCP) BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan 2. Saran BAB II KONSEP TEORITIS PENYAKIT 1. Definisi Lupus Eritematosus Sistemik adalah suatu penyakit autoimun menahun yang menimbulkan peradangan dan bisa menyerang berbagai organ tubuh, termasuk kulit, persendian dan organ dalam.(http:Lupus_Eritematosus_Sistemik.html) Lupus eritmatosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang terjadi karena produksi antibodi terhadap komponen inti sel tubuh sendiri yang berkaitan dengan manifestasi klinik yang sangat luas pada satu atau beberapa organ tubuh, dan ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik diselangi episode remisi.(www.pediatrik.com) Lupus eritmatosus sistemik (LES) adalah suatu penyakit autoimun yang kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala dari penyakit ini bisa bermacam-macam, bersifat sementara dan sulit untuk didiognisis.Karena itu angka yang pasti dan tentang jumlah orang yang terserang oleh penyakit ini sulit diperoleh .SLE menyerang wanita kira-kira delapan kali lebih sering daripada pria. Penyakit ini sering kali berawal pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa.(Sylvia dan Lorraine, Patofisiologi volume II, EGC) Lupus eritmatosus sistemik (LES) adalah penyakit radang multisistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi, disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam tubuh.(Zuljasri, Ilmu Penyakit Dalam volume II, FKUI) 2. Etiologi Dalam keadaan normal, sistem kekebalan berfungsi mengendalikan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi. Pada lupus, sistem pertahanan tubuh berbalik melawan tubuh, dimana antibodi yang dihasilkan menyerang sel tubuhnya sendiri. Antibosi ini menyerang sel darah, organ dan jaringan tubuh, sehingga terjadi penyakit menahun. Penyebab dari penyakit lupus meliputi pengaruh faktor genetik, lingkungan dan hormonal terhadap respons imun. Lupus merupakan penyakit keturunan. Hanya 10% dari penderita yang memiliki kerabat (orang tua maupun saudara kandung) yang telah menderita lupus atau akan menderita lupus. Statistik menunjukkan bahwa sekitar 5% anak dari penderita penyakit lupus yang akan menderita penyakit lupus. Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus :  Infeksi  Antibiotik  Sinar ultraviolet  Stres yang berlebihan  Obat-obatan yang tertentu  Hormon Lupus seringkali disebut penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita, meskipun 10-15 kali sering ditemukan pada wanita. Faktor hormonal yang menyebabkan wanita sering terserang penyakit lupus daripada pria. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon (terutama esterogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini. Kadang-kadang obat jantung tertentu dapat menyebabkan sindrom mirip lupus, yang akan menghilang bila pemakaian obat dihentikan 3. Patofisiologi Patogenesis SLE bersifat multifaktor, dan ini mencakup pengaruh faktor genetik, lingkungan dan hormonal terhadap respon imun. Faktor genetik memegang peranan penting dalam kerentanan serta ekspresi penyakit. Sekitar 10-20% pasien LES mempunyai kerabat dekat yang juga menderita LES. Angka terdapatnya LES pada saudara kembar identik pasien LES (24-69%) lebih tinggi daripada saudara kembar non identik (2-9%). Penelitian terakhir menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan, terutama gen yang mengkode unsur-unsur sistem imun. Sistem neuroendokrin ikut berperan melalui pengaruhnya terhadap sistem imun. Penelitian telah menunjukkan bahwa sistem neuroendokrin dengan sistem imun saling mempengaruhi secara timbal-balik. Beberapa penelitian berhasil menunjukkan bahwa hormon proklatin dapat merangsang respon imun. Patogenesis SLE dihipotesiskan sebagai berikut : Adanya satu atau beberapa faktor pemicu yang tepat pada individu yang mempunyai predisposisi genetik akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal terhadap sel T CD 4+, mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap self-antigen. Sebagai akibatnya memunculkan sel T autoreaktif yang akan menyebabkan induksi serta ekspansi sel B, baik yang memproduksi autoantibodi maupun yang berupa sel memori. Pada SLE, autoantibodi yang terbentuk yang ditujukan terhadap antigen yang terutama terletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA, protein histon dan non histon. Kebanyakan di antaranya dalam keadaan alamiah terdapat dalam bentuk agregat protein atau kompleks protein RNA. Penanganan pada SLE terganggu. Dapat berupa gangguan klirens kompleks imun besar yang larut, gangguan pemroresan kompleks imun dalam hati, dan penurunan uptake kompleks imun pada limpa. Gangguan-gangguan ini memungkinkan terbentuknya deposit kompleks imun di luar sistem fagosit mononuklear. Kompleks imun ini akan mengendap pada berbagai macam organ dengan akibat terjadinya fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan aktivasi komplemen yang menghasilkan substansi penyebab timbulnya reaksi radang. Reaksi radang inilah yang menyebabkan timbulnya keluhan/gejala pada organ atau tempat yang bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura, pleksus koroideus, kulit. Bagian yang penting dalam patogenesis ialah terganggunya mekanisme regulasi yang dalam keadaan normal mencegah autoimunitas patologis pada individu yang resisten. Penyakit sistemik Lupus Eritematusus (SLE) tampaknnya terjadi akibat tergangunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan auto antibodi yang berlebihan.Gangguan imonoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara fakto-faktor genetik,hormonal(sebagaiman terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif)dan lingkungan (cahaya matahari,luka bakar termal).Obat-obat tertentu seperti hidralazin (apresoline),Prokainamid(pronestyl),isoniazid,klorpromazin dan beberapa pereparat anti konvulsan disamping makanan seperti kecamba alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Pada SLE,peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan.inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutya merangsang antibodi tambahan,dan siklus tersebut berulang kembali. Gambaran klinis dari SLE biasanya dapat membingungkan,terutama pada awalnya.Gejala yang paling sering adalah artritis semetris atau atralgia,gangguan ini dapat ditemukan pada sekitar 90% dari seluruh kasus,sebagaimana manesfistasi awal.sendi-sendi yang paling sering terserang adlah sendi-sendi proksimal tangan,pergelangan tangan, siku,bahu,lutut,dan pergelangan kaki.Poliartritis SLE berbeda dari artritis reumatoid karena jarang bersifat erosif atau menimbulkan deformitas.Nodula subkutan juga jarang ditemukan pada penyakit lupus erimatosus sistemik. Gejala-gejala konstitusonal adalah demam,rasa lelah,lemah,dan berkurangnya berat badan yang biasanya timbul pada masa awal penyakit dan dapat berulang dalam perjalanan penyakit ini.Keletihan dan rasa lemah bisa timbul sebagai gejala skunder dari anemia ringan yang ditimbulkan oleh SLE. 4. Manifestasi Klinis Perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul mendadak disertai dengan tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh. Dapat juga menahun dengan gejala pada satu sistem yang lambat laun diikuti oleh gejala yang terkenanya sistem imun. Pada tipe menahun terdapt remisi dan eksaserbsi. Remisinya mungkin berlangsung bertahun-tahun. Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat. Setiap serangan biasanya disertai gejala umum yang jelas seperti demam, nafsu makan berkurang, kelemahan, berat badan menurun, dan iritabilitasi. Yang paling menonjol ialah demam, kadang-kadang disertai menggigil.  Gejala Muskuloskeletal Gejala yang paling sering pada SLE adalah gejala muskuloskeletal, berupa artritis (93%). Yang paling sering terkena ialah sendi interfalangeal proksimal didikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpofalangeal, siku dan pergelangan kaki. Selain pembekakan dan nyeri mungkin juga terdapat efusi sendi. Artritis biasanya simetris, tanpa menyebabkan deformitas, kontraktur atau ankilosis. Adakala terdapat nodul reumatoid. Nekrosis vaskular dapat terjadi pada berbagai tempat, dan ditemukan pada pasien yang mendapatkan pengobatan dengan streroid dosis tinggi. Tempat yang paling sering terkena ialah kaput femoris.  Gejala Mukokutan Kelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85% kasus SLE. Lesi kulit yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lasi kulit akut, subakut, diskoid, dan livido retikularis. Ruam kulit berbentuk kupu-kupu berupa eritema yang agak edamatus pada hidung dan kedua pipi. Dengan pengobatan yang tepat, kelainan ini dapat sembuh tanpa bekas luka. Pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari dapat timbul ruam kulit yang terjadi karena hipersensitivitas. Lesi ini termasuk lesi kulit akut.Lesi kulit subakut yang khas berbentuk anular. Lesi diskoid berkembang melalui 3 tahap yaitu eritema, hiperkeratosis dan atrofi. Biasanya tampak sebagai bercak eritematosa yang meninggi, tertutup oleh sisik keratin disertai adanya penyumbatan folikel. Kalau sudah berlangsung lama akan berbentuk silikatriks. Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk kecil sampai yang besar. Sering juga tampak perdarahan dan eritema periungual.Livido retikularis suatu bentuk vaskulitis ringan, sangat sering ditemui pada SLE.  Ginjal Kelainan ginjal ditemukan pada 68% kasus SLE. Manifestasi paling sering ialah proteinuria atau hematuria. Hipertensi, sindrom nefrotik kegagalan ginjal jarang terjadi, hanya terdapat pada 25% kasus SLE yang urinnya menunjukkan kelainan. Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal, yaitu nefritis lupus difus dan nefritis lupus membranosa. Nefritis lupus merupakan kelainan yang paling berat. Klinis biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik, hipertensi serta gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat. Nefritis lupus membranosa lebih jarang ditemukan. Ditandai dengan sindrom nefrotik, gangguan fungsi ginjal ringan serta perjalanan penyakit yang mungkin berlangsung cepat atau lambat tapi progresif. Kelainan ginjal yang lain yang mungkin ditemukan pada SLE ialah pielonefritis kronik, tuberkulosis ginjal. Gagal ginjal merupakan salah satu penyebab kematian SLE kronik.  Susunan Saraf Pusat Gangguan susunan saraf pusat terdiri atas 2 kelainan utama yaitu psikosis organik dan kejang-kejang. Penyakit otak organik biasanya ditemukan bersamaan dengan gejala aktif SLE pada sistem lain-lainnya. Pasien menunjukkan gejala halusinasi disamping gejala khas organik otak seperti sukar menghitung dan tidak snggup mengingat kembali gambar-gambar yang pernah dilihat. Psikosis steroid juga termasuk sindrom otak organik yang secara klinis tak dapat dibedakan dengan psikosis lupus. Perbedaan antara keduanya baru dapat diketahui dengan menurunkan atau menaikkan dosis steroid yang dipakai. Psikosis lupus membaik jika dosis steroid dinaikkan dan sebaliknya. Kejang-kejang yang timbul biasanya termasuk tipe grandmal. Kelainan lain yang mungkin ditemukan ialah afasia, hemiplegia.  Mata Kelainan mata dapat berupa konjungtivitas, perdarahan subkonjungtival dan adanya badan sitoid di retina  Jantung Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis, endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat keadaan tersebut.  Paru-paru Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pluera (penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari kejadian tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak napas.  Saluran Pencernaan Nyeri abdomen terdapat pada 25% kasus SLE, mungkin disertai mual dan diare. Gejalanya menghilang dengan cepat jika gangguan sistemiknya mendapat pengobatan adekuat. Nyeri yang timbul mungkin disebabkan oleh peritonitis steril atau arteritis pembuluh darah kecil mesenterium dan usus yang mengakibatkan ulserasi usus. Arteritis dapat juga menimbulkan pankreatitis.  Hemik-Limfatik Kelenjar getah bening yang sering terkena adalah aksila dan sevikal, dengan karakteristik tidak nyeri tekan dan lunak. Organ limfoid lain adalah splenomegali yang biasanya disertai oleh pembesaran hati. Kerusakan lien berupa infark atau trombosis berkaitan dengan adanya lupus antikoagulan. Anemia dapat dijumpai pada periode perkembangan penyakit LES, yang diperantai oleh proses imun dan non-imun. Awitan SLE dapat bersifat perlahan-lahan dan tidak jelas atau akut.Kerena alasan inilah,penderita SLE mungkin tidak terdiagnosis selama bertahun-tahun.Gambaran klinis SLE meliputi lebih dari satu sistem tubuh.Sistem muskuluskeletal terlibat dengn gejala artralgia dan atritis(sinovitis)yang merupakan gambaran yang sering ditemukan pada penyakit SLE.Pembekakan sendi,nyeri tekan,dan rasa nyeri ketika bergerak merupakan gejala yang sering terdapat dan akan disertai dengan rasa kaku pada pagi hari. Beberapa tipe manifestasi kulit yang berbeda dapat terjadi pada penderita SLE,manisfestasi ini mencakup lupus eritematosus kutan subakut(SCLE:subacute cutaneous lupus erythematosus)dan lupus eritematosus diskuid(DLE:diskoid lupus erythematosus).Manisfestasi kulit yang paling dikenal(tetapi frekuensinya kurang dari 50% pasien)adalah lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pada pangkal hidung serta pipi.Gambaran ini mungkin merupakan satu-satunya kelainan kulit pada sebagian kasus lupus eritematosus (diskoid).Pada sebagian pasien gangguan awal pada kulit dapat menjadi prekursor untuk terjadinya gangguan yang bersifat lebis sistemik.Lesi sering memburuk pada saat eksaserbasi(flares)penyakit sistemik dan dapat dipici oleh cahaya matahari tau sinar Utraviolet artifisial. Ulkus oral dapat mengenai mukusa pipi atau palatum durum.Ulkus terbentuk dimana-mana serta sering dengan eksaserbasi dan mungkin disertai lesi kulit.Perikarditis merupakan manifestasi kardiak yang paling ditemukan dan terjadi pada sampai 30% pasien.Kelainan ini mungkin asimtomatik dan seing disertai dengan efusi pleura.Gangguan paru dan pleura terjadi pada 20% hingga 40% pasien :gangguan ini paling sering dimanifestasikan dalam bentuk pleuritis atau efusi pleura. Sistem vaskuler dapat terlibat dengan proses imflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,eritematous dan purpura.Semua lesi ini dapat timbul pada ujung jari tangan,siku,jari kaki serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan dapat berlanjut menjadi nekrosi. Limfadenopati terjadi pada 50% dari seluruh pasien SLE pada waktu tertentu selama prjalanan penyakit tersebut.Gangguan renal terdapat pada sekitar 52% penderita SLE dan glomerulus renal merupakan bagian yang biasanya terkena.Derajat kerusakan ginjal menunjukan apakah ganguan renal akan bersifat reversibel. Gambaran neurofsikiatrik yang bervariasi dan frekuen pada SLE kini sudah lebih banyak dikenali.Gambaran ini umumnya diperlihatkan oleh perubahan yang tidak jelas pada pola prilaku atau kemampuan kognitif.Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh bentuk penyakit neorologik.Sering terjadi depresi dan psikosis. 5. WOC 6. Penatalaksanaan Penanganan SLE mencangkup penatalaksanaan penyakit akut dan kronik.Penyakit akut memerlukan intervensi yang ditunjukan untuk mengndalikan peningkatan aktifitas penyakit atau ekserbasi yang dapat meliputi setiap sistem organ.Aktivitas pebyakit merupakan gabungan hasil pemeriksaan klinis dan laboratorium yang mencerminkan inflamasi aktif sekunder akibat SLE.Pentaklasanaan yang keadaan yang lebih kronik meliputi pemantuan priodik dan pengenalan berbagai perubahan klinis yang bermakna yang memerlukan penyesuain terapi. Tujuan terapi mencakup upaya untuk mencegah hilangnya fungsi organ yang progresif,mengurangi kemungkinan terjadinya penyakit akut,meminimalkan disabilitasi yang berhubungan dengan penyakit dan mencegah komplikasi akibat terapi. Terapi medikasi untuk SLE dilaksanakan berdasarkan konsep bahwa imflamasi jaringan setempat diantarai oleh respon imun yang berlebihan atau meninggi,yang intensitasnya bisa bervariasi sangat luas dan memerlukan terapi yang berbeda pada saat yang berbeda.Preparat NSAID digunakan untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan kerapkali dipakai bersama kortikosteroid dalam upaya untuk meminimalkan kebutuhan kortikosteroid. Jenis penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan jenis gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah kelainan organ yang sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit bisa dipantau dari pemeriksaan serologis. Monotoring dan evaluasi bisa dilakukan dengan parameter laboratorium yang dihubungkan dengan aktivitas penyakit. a. Pendidikan terhadap Pasien Pasien diberikan penjelasan mengenai penyakit yang dideritanya (perjalanan penyakit, komplikasi, prognosis), sehingga dapat bersikap positif terhadap penanggulangan penyakit. b. Beberapa Prinsip Dasar Tindakan Pencegahan pada SLE 1. Monitoring yang teratur 2. Penghematan enersi Pada kebanyakan pasien kelelahan merupakan keluhan yang menonjol. Diperlukan waktu istirahat yang terjadwal setiap hari dan perlu ditekankan pentingnya tidur yang cukup. 3. Fotoproteksi Kontak dengan sinar matahari harus dikurangi atau dihindarkan. Dapat juga digunakan lotion tertentu untuk mengurangi kontak dengan sinar matahari langsung. 4. Mengatasi infeksi Pasien SLE rentan terhadap infeksi. Jika ada demam yang tak jelas sebabnya, pasien harus memeriksanya. 5. Merencanakan kehamilan Kehamilan harus dihindarkan jika penyakit aktif atau jika pasien sedang mendapatkan pengobatan dengan obat imunosupresif. c. pengobatannya  Kortikosteroid Kortikosteroid merupakan satu-satunya obat yang paling penting yang tersedia untuk pengobatan SLE.Preparat ini digunakan secara topikal untuk mengobati manifestasi cutaneus,secara oral dengan dosis rendah untuk mengatasi aktivitas penyakit yang ringan dan dengan dosis tinggi untuk mengatasi aktivitas penyakit berat.Pemberian bolus IV dianggap sebagain terapi alternatif yang bisa mengantikan terapi oral dosis-sampai tinggi.Obat-obatan anti malaria merupakan preparat yang efektif untuk mengtasi gejala kutaneus,muskoluskeletal dan sistemik ringan dari SLE.Preparat imono supresan (preparat pengkelat dan analog purin)karena digunakan karena efeknya pada fungsi imun.Pemakaian obat-obat ini dianggap sebagai eksprimen dan umumnya hanya dilakukan bagi pasien dengan bentuk SLE yang seriys serta tidak responsif terhadap terapi konservatif.  Lupus diskoid Terapi standar adalah fotoproteksi, anti-malaria dan steroid topikal. Krim luocinonid 5% lebih efektif dibandingkan krim hidrokrortison 1%. Terapi dengan hidroksiklorokuin efektif pada 48% pasien dan acitrenin efektif terhadap 50% pasien.  Serositis lupus (plueritis, perikarditis) Standar terapi adalah NSAIDs (dengan pengawasan ketat terhadap gangguan ginjal), anti-malaria dan kadang-kadang diperlukan steroid dosis rendah.  Arthritis lupus Untuk keluhan muskuloskeletal, standar terapi adalah NSAIDs dengan pengawasan ketat terhadap gangguan ginjal dan ati-malaria. Sedangkan untuk keluhan myalgia dan gejala depresi diberikan serotonin reuptake inhibitor antidepresan (amitriptilin)  Miositis lupus Standar terapi adalah kortikosteroid dosis tinggi (dimulai dengan prednison dosis 1-2 mg/kg/hari dalam dosis terbagi, bila kadar komplemen meningkat mencapai dosis efektif terendah. Metode lain yang digunakan untuk mencegah efek samping pemberian harian adalah dengan cara pemberian prednison dosis alternate yang lebih tinggi (5 mg/kg/hari, tak lebih 150-250 mg) metrotreksat atau azathioprine.  Fenomena Raynaud Standar terapinya adalah calcium channel blockers, misalnya nifedipin dan nitrat, misalnya isosorbid mononitrat.  Lupus nefritis Lupus nefritis kelas II mempunyai prognosis yang baik dan membutuhkan terapi minimal. Peningkatan proteinuria harus diwaspadai karna menggambarkan perubahan status penyakit menjadi lebih parah. Lupus nefritis III memerlukan terapi yang sama agresifnya dengan DPGN. Pada lupus nefritis IV kombinasi kortikosteroid dengan siklofosfamid intravena. Siklofosfamid intravena diberikan setiap bulan, setelah 10-14 hari pemberian, diperiksa kadar leukositnya. Dosis siklofosfamid selanjutnya akan dinaikkan atau diturunkan tergantung pada jumlah leukositnya (normalnya 3.000-4.0000/ml). Pada lupus nefritis V regimen terapi yang di berikan adalah (1) monoterapi dengan kortikosteroid. (2) terapi kombinasi kortikosteroid dengan siklosporin A. (3) sikofosfamid, azathioprine atau klorambusil. Pada lupus nefritis V tahap lanjut, pilihan terapinya adalah dialisis dan transplantasi renal.  Gangguan hematologis Untuk trombositopeni, terapi yang dipertimbangkan pada kelainan ini adalah kortikosteroid, imunoglobulin intravena. Sedangkan untuk anemi hemolitik, terapi yang dipertimangkan adalah kortikosteroid, danazol, dan spelenektomi.  Pneumonitis intersititialis lupus Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid intravena.  Vaskulitis lupus dengan keterlibatan organ penting Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid intravena 7. Komplikasi Komplikasi LES meliputi :  Hipertensi (41%)  sGangguan pertumbuhan (38%)  Gangguan paru-paru kronik (31%)  Abnormalitas mata (31%)  Kerusakan ginjal permanen (25%)  Gejala neuropsikiatri (22%)  Kerusakan muskuloskeleta (9%)  Gangguan fungsi gonad (3%) 8. Pemeriksaaan Diagnostik a. Pemeriksaan Laboratorim Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan : 1. Hematologi Ditemukan anemia, leukopenia, trombosittopenia 2. Kelainan Imunologis Ditemuka sel LE, antibodi antinuklir, komplemen serum menurun, anti DNA, faktor reumatitoid, krioglobulin, dan uji lues yang positif semu. b. Histopatologi • Umum : Lesi yang dianggap karakteristik untuk SLE ialah badan hematoksilin, lesi onion-skin pada pembuluh darah limpa dan endokarditis verukosa Libman-Sacks. • Ginjal : 2 bentuk utama ialah glomerulus proliferatif difus dan nefritis lupus membranosa • Kulit Pemeriksaan imunofluoresensi direk menunjukkan deposit igG granular pada dermo-epidermal junction, baik pada lesi kulit yang aktif (90%) maupun pada kulit yang tak terkena (70%). Yang paling karakteristik untuk SLE ialah jika ditemukan pada kulit yang tidak terkena dan terpanjan. Nama : Ahmad khoiron NPM : 1026010255 Prodi/kelas : keperawatan II E KONSEP ASKEP 1. Pengkajian 1. Identitas Klien Nama, jenis kelamin, umur, status perkawianan, pekerjaan, pendidikan terakhir, alamat 2. Riwayat kesehatan • Riwayat kesehatan sekarang seperti demam, kelemahan, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun. • Riwayat kesehatan dahulu Apakah pernah mengalami Hipertensi, gangguan pada mata, nyeri sendi. • Riwayat kesehatan keluarga Apakah ada di antara keluarga pasien ada yang mengalami penyakit yang sama dengan penyakit yang dialami pasien. 3.Kebiasaan sehari-hari • Pola makan : frekuensi, jumlah porsi yang habis, cara makan, makanan yang disukai dan tidak disukai • Pola minum : frekuensi • Pola tidur : jumlah jam tidur, kesulitan dalam tidur • Pola eliminasi (BAK dan BAB) ; frekuensi • Aktivitas sehari-hari : kegiatan yang dilakukan dari bangun tidur sampai mau tidur kembali • Rekreasi : rekreasi yang pernah dilakukan, bersama siapa, frekuensinya. 4.Pemeriksaan Fisik • Keadaan umum : klien tampak lemah, gelisah, cemas dan kesakitan • TTV : - TD : 140/90 mmHg - ND : 100 x/i - RR : 18 x /i - S : 40 C • BB : 58 kg (turun 2 kg dari 60 kg) • Kulit : adanya ruam kupu-kupu pada wajah • Mulut : Terdapat luka • Paru ; adanya cairan di sekitar paru-paru • Sendi : adanya artritis • Darah : - Anemia - Leukosit < 4000 sel/mm - Limfosit < 1500 sel/mm - Trombosit < 100.000 sel/mm 5. Pemeriksaan Penunjang • Rontgen dada : menunjukkan pleuritis • Pemeriksaan dada dengan bantuan stestokop menunjukkan adanya gesekan pleura • Pada kulit terdapat ruam kulit atau lesi yang khas • Hitung jenis darah : menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah • Pada sendi adanya pembekakan dan rasa nyeri bila digerakkan 2. Dasar Data Pengkajian Pasien 1. Aktivitas Gejala : Keletihan, kelemahan, nyeri sendi karena gerakan Tanda : Penurunan semangat bekerja Toleransi terhadap aktivitas rendah Penurunan rentang gerak sendi Gangguan gaya berjalan 2.Sirkuasi Gejala : Nyeri dada Tanda : TD : tekanan nadi melebar Desiran (menunjukkan mekanisme anemia) Warna kulit : pucat/sianosis, membaran mukosa Kulit terdapat ruam 3.Integritas Ego Gejala : Mudah marah dan fruktasi, takut akan penolakan dari orang lain Harga diri buruk Kekuatiran mengenai menjadi beban bagi yang mendekat Tanda : Ansietas, gelisah, menarik diri, depresi, fokus pada diri sendiri 4. Eliminasi Gejala : Sering berkemih, berkemih dengan jumlah besar Tanda : Nyeri tekan pada abdomen Urine encer : terdapat darah atau protein 5. Makanan/Cairan Gejala : Mual/muntah, anoreksia Haus Kesulitan menelan Adanya penurunan BB Tanda : turgor kulit buruk berbentuk ruam Lidah tampak merah daging Bibir : disudut bibir terdapat luka 6. Higiene Gejala : kesulitan untuk mempertahankan aksi (nyeri/anemia berat) Berbagai kesulitan untuk melakukan aktivitas perawatan pribadi Tanda : cerobaoh, tak rapih Kurang bertenaga 7. Neurosensori Gejala : sakit kepala, berdenyut pusing Penurunan penglihatan, bayangan pada mata Kelemahan, keseimbangan buruk Kesemutan pada ekstremitas Tanda : kelemahan otot Penurunan kekuatan otot Kejang Pembekakan sendi simetris 8. Nyeri/Kenyamanan Gejala : nyeri hebat, berdenyut, rasa perih di berbagai lokasi Sakit kepala berulang, tajam, sementara Nyeri tekan abdomen Nyeri dada Tanda : menahan sendi pada posisi nyaman Sensitivitas terhadap palpitasi pada area yang sakit 9. Penapasan Gejala : riwayat inspeksi paru, riwayat abses paru Napas pendek pada istirahat dan aktivitas Tanda : takipnea Distres pernapasan akut Bunyi napas menurun 10. Keamanan Gejala : kekeringan pada mata dan membran mukosa Demam ringan menetap Lesi kulit Gangguan penglihatan Penyembuhan luka buruk Tanda : berkeringat Mengigil berulang, gemetar Luka pada wajah 12. Penyuluhan/Pembelajaran Gejala : riwayat penyakit hipertensi, hematologi Riwayat adanya masalah dengan penyembuhan luka/perdarahan Pertimbangan rencana pemulangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 4,8 hari Memerlukan bantuan dalam perawatan diri, pemeliharaan rumah 13. pemeriksaan diagnostik • Ig (Ig M dan Ig G) : peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebab penyebab AR • Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembekuan pada jaringan lunak, erosi sendi, memperkecil jarak sendi • Kerapuhan erirosit : menurun • Jumlah trombosit : menurun • JDL : memungkinkan berkembangannya pneumonia bakterial 3. Analisa Data No Data Etiologi Masalah Keperawatan 1 DO : • Klien tampak lemah • Klien tampak gelisah dan cemas • TTV : - TD : 140/90 mmHg - ND : 100 x/i - RR : 18 x/i - S : 40 C • Terdapat ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan pangkal hidung • Ruam pada kulit memburuk karena terkena sinar matahari • Ruam tersebar di bagian tubuh yang terkena/terpapar sinar matahari Gangguan mobilitas Gangguan integritas pada kulit 2 DO : • Klien tampak merasa kesakitan • Kilen tampak kesulitan bernapas • Klien tampak gelisah • Adanya Artritis dan efusi sendi • TTV : - TD : 140/90 mmHg - ND : 100 x /i - RR : 18 x /i • Pernapasan dangkal • Hasil rontgen menunjukkan pleuritis • Pemeriksaan dada dengan bantuan stestokop menunjukkan adanya gesekan pleura Adanya efusi sendi dan sesak Gangguan rasa nyaman (nyeri kronik) 3 DO : • Klien tampak lemah dan demam • Nafsu makan klien berkurang • TTV : - TD : 140/90 mmHg - ND : 100 x/i - S : 40 C • Klien sering mual dan muntah • BB : 58 kg (turun 2 kg dari 60 kg) • Ada luka di bibir • Hb : 10,5 gr/dl • Leukosit < 4000 sel/mm • Limfosit < 1500 sel/mm • Trombosit < 100.000 sel/mm Tidak seimbangnya suplai dan kebutuhan O2 Intoleransi aktivitas 4. kemungkinan Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan mobilitas 2. Gangguan rasa nyaman (nyeri kronik) berhubungan dengan efusi sendi dan sesak 3. intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya suplai dan kebutuhan O2 (anemia) 5. Rencana Asuhan keperawatan (NCP) No Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Kolaborasi 1 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan mobilitas setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan gangguan integritas kulit berkurang • Mempertahankan integritas kulit • Mengidentifikasi faktor resiko/perilaku klien untuk mncegah cedera dermal • Melakukan aktivitas sehari-hari • Observasi perbaikan luka/penyembuhan lesi bila ada Mandiri : 1. Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gg. Warna, eritema 2. Bantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif 3. Inspeksi kulit/titik tekanan secara teratur untuk kemerahan, berikan pijatan lembut 4. Awasi tungkai terhadap kemerahan, perhatikan dengan ketat terhadap pembentukan ulkus Kolaborasi : 5. Gunakan pelindung, mis : lotion sesuai dengan indikasi 1. Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi dan mobilitas jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi berat 2. Meningkatkan sirkulasii jaringan, mencegah statis 3. Potensial jalan masuk untuk organisme patogen, pada adanya gg. Sistem imun, ini meningkatkan resiko infeksi/pelambatan penyembuhan 4. Menungkatkan aliran balik vena menurunkan statis vena/pembentukan edema 5. Menghindari kerusakan kulit dengan mencegah/menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit 2. Gangguan rasa nyaman (nyeri kronik) berhubungan dengan efusi sendi dan sesak Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan rasa nyeri berkurang dan berangsur-angsur menghilang • Menyatakan nyeri hilang/terkontrol • Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, peningkatan aktivitas dengan cepat • Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol/nyeri Mandiri : 1. Tentukan karakteristik nyeri, mis : tajam, ditusuk. Selidiki perubahan lokasi/intensitas nyeri 2. Pantau tanda vital 3. Berikan tindakan nyaman, mis : relaksasi/latihan napas 4. Dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu pasien untuk bergerak di atas tempat tidur, songkong sendi yang sakit di atas dan dibawah, hindari gerakan yang menyentak 5. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. 6. Berikan masae yang lembut Kolaborasi : 7. Bantu dengan terapi fisik mis : bak mandi dengan kolam bergelombang 1. Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pada pneumonia, juga dapat timbul komplikasi pneumonia seperti perikarditis dan endokarditis 2. Perubahan frekuensi jantung menunjukkan pasien merasa nyeri. 3. Tindakan non-analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapianalgesik 4. Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/rasa sakit pada sendi 5. Panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas terhadap panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan 6. Menigkatkan relaksasi/mengurangi tegangan otot 7. Memberikan dukungan panas untuk sendi yang sakit. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya suplai dan kebutuhan O2 (anemia) Setelah dilakukan intervensi keperawatan 3x24 jam, diharapkan menunjukkan penurunan tanda fisiologis intorelansi • Adanya peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari) • Berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari sesuai tingkat kemampuan Mandiri : 1. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas. Catat laporan kelelahan dan keletihan 2. Awasi TD, nadi pernapasan, selama dan sesudah aktivitas. 3. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, termasuk aktivitas yang pasien pandang perlu 4. Gunakan teknik penghematan energi 5. Anjurkan pasien berhenti bila terjadi nyeri dada, kelemahan atu pusing terjadi Kolaborasi : 6. Berikan oksigen tambahan 1. Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan 2. Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan 3. Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan memperbailai tonus otot tanpa kelemahan. 4. Mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan energi dan mencegah kelemahan 5. Sters berlebihan dapat menimbulkan kegagalan. 6. Memaksimalkan sediaan oksigen untuk kebutuhan seluler PENUTUP 1.Kesimpulan Lupus eritematosus Sistemik adalah suatu penyakit autoimun yang kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala dari penyakit ini bisa bermacam-macam, bersifat sementara dan sulit untuk didiagnosis.Karena itu angka yang pasti dan tentang jumlah orang yang terserang oleh penyakit ini sulit diperoleh .SLE menyerang wanita kira-kira delapan kali lebih sering daripada pria. Penyakit ini sering kali berawal pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa.Perjalanan penyakit ini dapat ringan atau berat, secara terus-menerus, dengan kekambuhan yang menimbulkan kerusakan jaringan akibat proses radang yang ditimbulkannya. Gejala utama Lupus Eritmatosus Sistemik (LES) adalah kelemahan umum, anoreksia, rasa mual, demam dan kehilangan berat badan. Penyebab dari penyakit lupus meliputi pengaruh faktor genetik, lingkungan dan hormonal terhadap respons imun. penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan jenis gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah kelainan organ yang sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit bisa dipantau dari pemeriksaan serologis. 2.Saran • Perawat bisa mengenal dengan cepat ciri-ciri dari Lupus Erimatosus Sistemik. • Perawat bisa menangani pasien dengan penyakit Lupus Erimatosus Sistemik dengan cepat, teliti dan terampil. • Perawat dapat bekerjasama dengan baik dengan tim kesehatan lain maupun pasien dalam tahap pengobatan. DAFTAR PUSTAKA Price, Sylvia. A dan Wilson, lorraince. M. 2004. Patofisiologi. Edisi 4. Volume 2. Jakarta: EGC Price, Sylvia. A dan Wilson, lorraince. M. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Volume 2 Jakarta : EGC Albar, Zuljasri. 2004. Ilmu Penyakit dalam. Edisi 3. Jakarta : FKUI Dongoes, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. http://mediacastore.com/penyakit/538/Lupus_Eritematosus_Sistemik.html http://www.tempo.co.id/medika/arsip/072002/kas-1.html http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-yljr220.html

1 komentar:

  1. Golden Nugget Casino and Resort - Mapyro
    Find 공주 출장샵 your way around 의정부 출장안마 the casino, find where everything is located and what's great in town. Explore an array of dining 속초 출장샵 options 부천 출장샵 and find the perfect spot to 세종특별자치 출장샵

    BalasHapus